RSS

Sejarah Berdirinya AMIK AMIK Baturaja

Berawal dari sebuah perusahaan yang bernama C.V. Mitragama yang berdomisili di daerah Istimewa Yogyakarta, dan didirikan pada tahun 1998 oleh Putu Putrayasa dan Made Sumiarta yang bergerak di bidang penjualan komputer dan distribusi komputer, lahirlah sebuah yayasan dengan nama Yayasan Pendidikan Mitragama.
Adapun tujuan didirikannya yayasan Pendidikan Mitragama adalah untuk mengembangkan dan menyebarluaskan teknologi komputer secara sistematis dan ilmiah melalui penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.
Dari yayasan tersebut lahirlah sebuah Perguruan Tinggi dengan nama Akademi Manajemen Informatika dan Komputer AKMI Baturaja, dengan para pendiri Putu Putrayasa, Made Sumiarta, SE, Sugiri M.Eng, Eni Munarsih M.Si, dan Naproni S.T, M.Kom.
Tujuan pendirian Perguruan Tinggi Akademi Manajemen Informatika dan Komputer AKMI Baturaja adalah menyelenggarakan pendidikan tinggi yang dapat Menghasilkan anggota masyarakat yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak tinggi, berbudaya Indonesia, bersemangat ilmiah, serta memiliki kemampuan akademik, dan suatu profesionalisasi dan sanggup berkinerja baik di lingkungan kerjanya, serta mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengembangkan kemampuan diri terhadap tuntutan kemajuan di bidangnya, dan berperan dalam pemeliharaan dan operasi proses produksi. Menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru, menghasilkan peneliti dan pemikir, serta memutakhirkan pengetahuan dan kemampuan agar sistem berdaya dalam menghimpun, mengalihkan, menyebarkan, menafsirkan, dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
Perguruan Tinggi AMIK AKMI Baturaja resmi didirikan pada tahun 2002 dan merupakan Perguruan Tinggi Swasta satu-satunya yang mengajarkan ilmu komputer di OKU, Sumatera Selatan.
Selain itu Perguruan Tinggi AMIK AKMI Baturaja juga berperan sebagai pengemban Pancasila dan Perguruan Tinggi yang mengacu pada kurikulum berbasis kompetensi standar dunia kerja di Indonesia.
Pada saat didirikan, AMIK AKMI Baturaja berkonsentrasi pada pendidikan Diploma III dan Diploma I yang menghasilkan lulusan siap kerja.AMIK AKMI Baturaja berlokasi di Kampus “Pink” yang terletak di Jl. Jend. A. Yani No.0267 A, Tanjung Baru, Baturaja, Sumatera Selatan.
Perguruan Tinggi AMIK AKMI Baturaja terdiri atas dua jurusan/bagian dan atau program studi yaitu Teknik Informatika dan Manajemen Informatika dengan jenjang pendidikan Diploma I dan Diploma III.
Kegiatan AMIK AKMI Baturaja dituangkan dalam bentuk Tri Dharma Perguruan Tinggi yang terdiri atas Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.

Visi dan Misi AKMI Baturaja

Visi :
Akademi Manajemen Informatika dan Komputer AKMI sebagai institusi pendidikan yang mengkhususkan diri pada penguasaan dan pengembangan Teknologi Informasi dengan kualitas yang siap bersaing dengan kemampuan global.
Misi : 
Sistem pendidikan yang komprehensif sesuai dengan standar kompetensi yang memberikan penekanan pada penguasaan ketrampilan praktis di bidang Teknologi Informasi, kemampuan komunikasi Global, kemampuan Analisis dan Desain serta membangun jiwa enterpreneur yang matang.
Agar Visi dan Misi tersebut dapat dijalankan secara konsisten dalam operasionalnya, maka Visi dan Misi tersebut perlu disosialisasikan keseluruh Civitas Akademika AKMI Baturaja, sehingga diharapkan dalam pelaksanaanya terdapat kesatuan pendapatan yang dapat memudahkan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Profil Pondok Pesantren Darussalam Banyuwangi JATIM

Pondok Pesantren Darussalam adalah pesantren yang berdiri di bumi Blambangan Banyuwangi dusun Blokagung desa Karangdoro kecamatan Tegalsari, daerah ujung timur selatan Provinsi Jawa Timur.
Didirikan oleh Almarhum KH. Mukhtar Syafa’at Abdul Ghofur, seorang pemuda asal desa Ploso Klaten, Kediri. Beliau dibantu oleh Almarhum Kyai Muhyiddin dan KH. Mualim Syarqowi. Awal berdirinya Pondok Pesantren Darussalam ini pada tanggal 15 Januari 1951, KH. Mukhtar Syafa’at bersama masyarakat dusun Blokagung membangun sebuah Mushala kecil ukuran 7 X 7 meter dari bambu dan beratap ilalang. Mushala itu diberi nama Darussalam, dengan harapan semoga akhirnya menjadi tempat pendidikan masyarakat sampai akhir zaman.
Seiring waktu pesantren Darussalam semakin banyak santrinya, yang berasal dari seluruh Nusantara, dari Sabang sampai Merauke sehingga KH. Mukhtar Syafa’at bersama santri dan masyarakat membangun asrama di sekitar mushala sebagai tempat tinggal santri. Pada tahun 1978 secara resmi pesantren berbadan hukum dan berbentuk Yayasan yaitu dengan Yayasan Pondok Pesantren Darussalam dengan akte notaris Soesanto Adi Poernomo, SH. Nomor 31 tahun 1978.
Motto:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi lainnya”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

CINTA-KU TERHALANG Tembok PESANTREN

“Sekeping Kata Hati”
           
Hah hah … CINTA CINTA CINTA
Hem, Lagi lagi CINTA dan CINTA lagi .. he he , gimana tidak kawan – karena CINTA semuanya berubah, yah BERUBAH …
Dengan KARENA CINTA
Api yang panas menjadi dingin, Keraguan menjadi kemantapan, kemalasan menjadi kesemangatan – masih banyak yang lainnya, semua itu karena Satu kata yakni CINTA … Ini sebuah cerita perjalanan seorang ikhwan dalam mencari Cinta-nya dan Cinta-Nya – kala itu semua pikiran untuk tidak bercinta dengan lawan jenis sangat kuat – ia tahu CINTA itu tidak ada dikamus agama nya karena CINTA akan mengarah dengan kemaksiatan – yah lihat saja kawan tidak sedikit para Pujangga yang karena CINTA harus mengorbankan segala nya – ia rela hancur masa depan nya hanya karena BILANG “CINTA”, Hem, tidak usah jauh-jauh kita melihatkenyataan yang ada, Para Perempuan yang sudah terkena “VIRUS CINTA”, ia rela korbankan kehormatan nya untuk sang pacarnya, ia seperti “Binatang” yang tidak punya Harga diri samasekali, dia cabut kehormatan hanya untuk memenuhi nafsu setannya – sehingga tidak sedikit para generasi bangsa harus hamil diluar nikah yang syah. Astaghfirulloh, SEMUA itu terjadi karena mereka tidak mengendalikan CINTA ini kejalan yang benar, yah bahasa keren nya alias bahasa sekarang itu PACARAN – sudah jelas-jelas luoh agama kita MENGHARAMKAN untuk BERPACARAN karena dilihat dizaman sekarang PACARAN sudah tidak asing lagi dengan dunia “BERPEGANGAN TANGAN, BERCIUMAN” dan sebangsa lainnya – Huh, memang dunia Pemuda sekarang sudah “BOBROK” … Untunglah di Zaman yang Penuh kemaksiatan, kedzoliman ini masih ada pesantren-pesantren ditengah-tengah kita, sebagai salah satu usaha meminalisir kehidupan yang sudah “TIDAK TERATUR” ini, hem, sahabat muda …

Mozaik 1

Semua berawal dari sebuah cerita Nyata yang InsyaAllah ada manfaat nya untuk sahabat-sahabat muda, khususnya buat saya sendiri
ada seorang ikhwan, ia sangat mengagungkan kesucian, yah sebuah prinsip hidup yang sangat ia jaga dalam hidupnya, ia berasal dari Pulau SUMATRA yang sudah ada sekitar 1 tahun lebih ini musafir ke Negeri orang, yah ia harus musafir ke luar SUMATRA yakni ke “PULAU JAWA” sebuah pulau yangs sangat diagungkan keberadaan nya karena dipulau ini Para ‘Ulama berada, Wali Songo yang terlahir dari Pulau ini, jadi tidak asing jika banyak pelajar negeri lain untuk datang kepulau ini untuk menimba Ilmu, demi cinta-nya dengan Ilmu, ia rela tinggalkan tanah Air, ia tinggalkan sanak saudaranya untuk mengarungi samudra Ilmu – ia telusuri kehidupan yang penuh liku-liku ini dengan sejuta keyakinan, yah keyakinan kesuksesan, ia menuju sebuah pondok pesantren yang dimana pondok ini salah satu yang terkenal di Kabupaten tersebut dan bahkan terbesar di kabupaten tersebut, yang kurang lebih 4000 santri ada disana, ini sejarah berdirinya pondokl pesantren Darussalam Pondok Pesantren Darussalam adalah pesantren yang berdiri di bumi Blambangan Banyuwangi dusun Blokagung desa Karangdoro kecamatan Tegalsari, daerah ujung timur selatan Provinsi Jawa Timur.
Didirikan oleh Almarhum KH. Mukhtar Syafa’at Abdul Ghofur, seorang pemuda asal desa Ploso Klaten, Kediri. Beliau dibantu oleh Almarhum Kyai Muhyiddin dan KH. Mualim Syarqowi. Awal berdirinya Pondok Pesantren Darussalam ini pada tanggal 15 Januari 1951, KH. Mukhtar Syafa’at bersama masyarakat dusun Blokagung membangun sebuah Mushala kecil ukuran 7 X 7 meter dari bambu dan beratap ilalang. Mushala itu diberi nama Darussalam, dengan harapan semoga akhirnya menjadi tempat pendidikan masyarakat sampai akhir zaman.
Seiring waktu pesantren Darussalam semakin banyak santrinya, yang berasal dari seluruh Nusantara, dari Sabang sampai Merauke sehingga KH. Mukhtar Syafa’at bersama santri dan masyarakat membangun asrama di sekitar mushala sebagai tempat tinggal santri. Pada tahun 1978 secara resmi pesantren berbadan hukum dan berbentuk Yayasan yaitu dengan Yayasan Pondok Pesantren Darussalam dengan akte notaris Soesanto Adi Poernomo, SH. Nomor 31 tahun 1978.
Motto:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi lainnya”

di tanggal 4 September 2012 pukul 01.00 WIB ia sampai di Pesantren ini, Hem … Luar BIASA yang tidak pernah terlupakan disepanjang hidupnya, yah kekuatan batin yang tidak terbendung oleh naluri batin manusia. Semua kehidupan sangatlah berbeda diluar sana, ibadah dan ibadah itulah terisi disepanjang waktu, bahkan setiap jam pun suara ayat-ayat suci Al-Qur’an selalu terdengar ditelinga ini, dalam hati ia pun bergumam “apakah ini sebabnya kenapa Pondok pesantren adalah penjara suci ? apakah ini sebabnya kenapa Pondok Pesantren adalah tempatnya yang mustajabah do’a nya ? sangat lah Indah masa itu, kehidupan barupun dimulai, pengalaman-pengalaman yang dulu telah tergores yang dimana kehidupan yang penuh dosa dan nestapa kehidupan itu telah hilang, kertas putihpun dimulai, tinta hitam yang bening menulis dengan rapinya di kertas yang bening ini, dalam lisan pun berdo’a “Subhanallah, Syukurku kepada-Mu Ya Rabb, sang Penguasa Bumi ini, yang mengusai hati-hati yang hamper punah, Engkau maha mengetahui untuk hamba-hambanya untuk dijadikan baik, Alhamdulillah Ku Ucap Ya Rabb, Engkau Perkenankan dir yang hina untuk kembali Fitri untuk bertaubat dan kembali ke jalan-Mu”
.... Bersambung ..

di tulis, 18 Januari 2014 di Rumah kang Fahrur Rozi

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

INDONESIA-PUN MENANGIS

               
 Bismillah …
Dengan memohon Ridho dan Hidayah-Nya, kuayunkan jari-jari manis ini untuk mengetik keyboard perhuruf yang menjadi perkata dan menjadi perkalimat. Sebuah imajinasi kecil yang tergambar dan terekam dalam hati ini, sebuah cerita dari ana ketika waktu liburan mauled nabi, jadi waktu itu di pondok pesantren Darussalam sedang libur total – jadi semua kegiatan pesantren diliburkan, Nah pas bertepatan pada hari Rabu, 16 Januari 2014 di pukul 09.00 saya mau mencukur rambut – nah, pas saat itu saya mau makan dulu di Warung MM alias Warung Murah Meriah atau disingkat MM yang ada disekitar Pesantren Darussalam Banyuwangi Jawa Timur – Warung ini Terkenal enak-nya baik yang banyak menu nya, hem dari Ayam Pedas, ayam panggang, ayam keramas, ati Gule, dll – minuman pun yang banyak pilihan yang dari Juz coklat, juz jeruk, juz-juz lainnya lah … he he, jadi para santri lebih seneng ke Waruhg ini – Hem, apalagi ditambah biasanya Mba’-Mba’ makan nya juga di Warung ini, jadi semakin gimana gitu … ? ha ha
Tapi sedikit ada cerita tentang Warung itu, dulu pas saya baru masuk ke pondok pesantren sekitar di tanggal 14 September 2012 disana kata rencang-rencang santri dilarang makan disana e – wah saya penasaran kenapa santri yang sekitar 4000 santri itu diarang makan disana, Nah ternyata Warung itu melanggar peraturan yang diberikan oleh pesantren yakni tetap membuka makanan di bulan Puasa – Nah maka nya itu dari pihak kemananan dan ketertiban pesantren mengeluarkan dektri pesantren (hah hah kayak pemerintahan aja e, ada dekrit nya, ^_^) ..untuk melarang santri makan di Warung tersebut itu selama 1 tahun, Nah itu mas Mba’ ceritannya … tapi sekarang sudah boleh makan di Warung ini – kembali ke pokok tema kita, he he … Nah pas saya masuk ke ruang makan Warung tersebut, saya pesan untuk makan dengan Ayam pedas, sambil nunggu pesanan – saya main Sms an … saya lihat-lihat disekitar warung itu, disana banyak anak2 laki yang paling sekitar umur 9 atau 12 tahun lah, dalam Hati saya “Ber Istighfar”, pemandangan yang tidak saya duga sebelumnya, rambut mereka itu dicukur dengan berbagai macam : ada yang dicukur pinggir nya saja, ada yang digaris-garis rambutnya, ada yang dicukur sebelah-sebelah …. Ya Rabb, dalam hati saya “Inikah anak2 Remaja Indonesia ? “ “Kebiasaan kebarat-baratan mereka terapkan, bahkan setelah makan, ,mereka semua merokok – padahal masih dibilang tingkat anak2 luo Kang-mba’, terus kalau generasi bangsa seperti ini,apa yang akan terjadi bangsa kita ini nanti ? padahal saya pikir di jawa itu adalah tempatnya orang-arang ‘alim2, orang-orang yang berakhlak dan berpendidikan, terrnyata asama dengan di Pulau SUMATRA, kejadian ini sangat lah menyenyat hati ini, saya sedih dengan keadaan mereka, saya ingin mengajukan pertanyaan  :
Kemana orang tua mereka ?
Apakah orang tua mereka mendidik mereka untuk menjadi baik ?
Kenapa mereka dibiarkan ?
Trus semua itu tanggung jawab siapa ?
                Belum selesai dengan semua itu, saat itu saya membuka Koran harian santri ,, Masya Allah – berita tentang anak SMP di perkosa 6 Pemuda,, Rabbi apakah ini sudah zaman akhir ? Maksiat dimana-mana didominasi oleh Remaja dan Pemuda, padahal mereka itulah generasi Bangsa, mereka itulah pengubah bangsa ini …..
Untuk inilah, melalui TULISAN ini SAYA BERPESAN kepada Pemuda : “Wahai Pemuda engkaulah laksanana api yang dengan tidak gentarnya membakar yang ada didekatmu, maka jagalah api itu untuk jlalan yang baik, Kita songsong masa depan dengan penuh gemilang dan prestasi … Pemuda jangan Engkau Sia-siakan masa2 muda-mu, karena akhir hayatmu itu ditentukan oleh masa mudamu, jikalau dimasa muda engkau baik, maka diakhir tuapun akan baik – dan juga sebaliknya.

KATAKAN PADA DIRIMU “HARI INI HARUS LEBIH BAIK DARI HARI KEMARIN”
YAKIN KAN PADA DIRIMU, BAHWA KAMU BISA …
BUAT BANGGA IBU-AYAH MU KARENA MEMPUNYAI ANAK YANG MEMBAGAKAN DENGAN PRESTASI-PRESTASI YANG ENGKAU RAIH …
BUAT BANGGA TEMAN-TEMAN MU KARENA MEMPUNYAI TEMAN SEPERTIMU YANG PATUT UNTUK DICONTOH ..\

SALAM PERJUANGAN SAHABAT
By Imam Muslih/ Santri Pon_Pes Darussalam Banyuwangi JATIM

Ditulis di Rumah teman (Kang Fahrur Rozi) hari Jum’at, 17 Januari 2014

Selesai jam 08.53 WIB

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

“PAMOR” N "PUJIAN" Dalam Organisasi… Perlukah…?

Ketika Rasulullaah dan Shahabat memperoleh kemenangan gemilang pada perang Badar, pamor kaum muslimin pada waktu itu naik drastis di kalangan bangsa Arab. Bagaimana tidak..? Kaum terusir dari kampung halaman yang hanya berjumlahkan 313 orang bisa mengalahkan pasukan berjumlah 1000 orang atau hampir tiga kali lipat. Sungguh prestasi yang sangat besar…
Ketika Kaum Muslimin mengalami kekalahan pada perang Uhud, pamor kaum Muslimin waktu itu menurun. Kaum Yahudi dan munafiq menertawakan kaum muslimin dan kaum Quraisy di Makkah pun semakin berani menghadapi kaum muslimin. Meskipun posisi kaum muslimin masih di atas, namun dengan kekalahan dalam perang Uhud, tentu akan ada kemungkinan kabilah-kabilah Arab yang lain untuk ikut menentang kaum muslimin.
Paska perang Uhud, Rasulullah membentuk satuan-satuan perang dan melakukan cukup banyak ekspedisi ke kabilah-kabilah yang memusuhi kaum muslimin. Ekspedisi-ekspedisi yang dilakukan tersebut berhasil, sehingga semakin memperkuat posisi kaum muslimin di negeri Madinah.

Mungkin sepenggal shirah diatas hanya sebagian kecil dari banyak kisah yang menyiratkan bagaimana pentingnya sebuah “pamor”, posisi ataupun kedudukan sebuah komunitas. Begitu pulan dalam sebuah organisasi… organisasi tanpa prestasi sepertinya menjadi sesuatu yang kosong, memang organisasi yang kuat itu akan tetap berjalan tetapi tanpa prestasi, orang sekitar akan kurang “simpati” dengan organisasi itu.
Maka sudah selayaknya dalam sebuah organisasi itu terdapat segelintir orang yang mendalami suatu ilmu sesuai kemampuan yang dimilikinya. Misalkan Unit Kerohanian Islam di Amikom, seharusnya ada beberapa dari pengurus yang menguasai salah satu ilmu tentang Informatika yang bisa membuat prestasi dengan kemampuan yang dimilikinya. Kemudian tunjukkan kepada mahasiswa yang lain maupun kepada dosen-dosen kalau pengurus Lembaga Dakwah Kampus tidak cuma bisa mengaji… Aktivis seharusnya juga punya prestasi akademis sehingga mahasiswa dan dosen pun akan semakin simpati kepada organisasi yang diikutinya….
Bagi aktivis yang sudah mempunyai “nama” di Akademik, tunjukkan identitas kalian sebagai aktifis dakwah kampus… bisa dengan cara memakai jaket organisasi, pin atau pasang stiker identitas mungkin…
Kalau om Dedi Mizwar bilang…
Bangkit itu mencuri, mencuri perhatian dengan prestasi….
Bangkit itu malu, malu menjadi benalu, bisanya minta melulu…
Mungkin bisa dipertimbangkan juga untuk mencoba mandiri, tidak selalu mengharapkan uluran tangan dari kampus… :D

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

[Kisah Nyata] Menemukan Kedamaian Islam di Balik Jilbab

Sara Bokker, dulunya adalah seorang model, aktris, aktivis dan instruktur fitness. Seperti umumnya gadis remaja Amerika yang tinggal di kota besar, Bokker menikmati kehidupan yang serba gemerlap. Ia pernah tinggal di Florida dan South Beach, Miami, yang dikenal sebagai tempat yang glamour di Amerika. Kehidupan Bokker ketika itu hanya terfokus pada bagaimana ia menjaga penampilannya agar menarik di mata orang banyak.
Setelah bertahun-tahun, Bokker mulai merasakan bahwa ia selama ini sudah menjadi budak mode. Dirinya menjadi “tawanan” penampilannya sendiri. Rasa ingin memuaskan ambisi dan kebahagian diri sendiri sudah mengungkungnya dalam kehidupan yang serba glamour. Bokker pun mulai mengalihkan kegiatannya dari pesta ke pesta dan alkohol ke meditasi, mengikuti aktivitas sosial dan mempelajari berbagai agama.
Sampai terjadilah serangan 11 September 2001, dimana seluruh Amerika bahkan diseluruh dunia mulai menyebut-nyebut Islam, nilai-nilai Islam dan budaya Islam, bahkan dikait-kaitkan dengan deklarasi “Perang Salib” yang dilontarkan pimpinan negara AS. Bokker pun mulai menaruh perhatian pada kata Islam.
“Pada titik itu, saya masih mengasosiasikan Islam dengan perempuan-perempuan yang hidup di tenda-tenda, pemukulan terhadap istri, harem dan dunia teroris. Sebagai seorang feminis dan aktivis, saya menginginkan dunia yang lebih baik bagi seluruh umat manusia,” kata Bokker seperti dikutip dari Saudi Gazette.
Suatu hari, secara tak sengaja Bokker menemukan kita suci al-Quran, kitab suci yang selama ini pandang negatif oleh Barat. “Awalnya, saya tertarik dengan tampilan luar al-Quran dan saya mulai tergelitik membacanya untuk mengetahui tentang eksistensi, kehidupan, penciptaan dan hubungan antara Pencipta dan yang diciptakan. Saya menemukan al-Quran sangat menyentuh hati dan jiwa saya yang paling dalam, tanpa saya perlu menginterpretasikan atau menanyakannya pada pastor,” sambung Bokker.
Akhirnya, Bokker benar-benar menemukan sebuah kebenaran, ia memeluk Islam dimana ia merasa hidup damai sebagai seorang Muslim yang taat. Setahun kemudian, ia menikah dengan seorang lelaki Muslim. Sejak mengucap dua kalimat syahdat Bokker mulai mengenakan busana Muslim lengkap dengan jilbabnya.
“Saya membeli gaun panjang yang bagus dan kerudung seperti layaknya busana Muslim dan saya berjalan di jalan dan lingkungan yang sama, dimana beberapa hari sebelumnya saya berjalan hanya dengan celana pendek, bikini atau pakaian kerja yang ‘elegan’,” tutur Bokker.
“Orang-orang yang saya jumpai tetap sama, tapi untuk pertama kalinya, saya benar-benar menjadi seorang perempuan. Saya merasa terlepas dari rantai yang membelenggu dan akhirnya menjadi orang yang bebas,” Bokker menceritakan pengalaman pertamanya mengenakan busana seperti yang diajarkan dalam Islam.
Setelah mengenakan jilbab, Bokker mulai ingin tahu tentang Niqab. Ia pun bertanya pada suaminya apakah ia juga selayaknya mengenakan niqab (pakaian muslimah lengkap dengan cadarnya) atau cukup berjilbab saja. Suaminya menjawab, bahwa jilbab adalah kewajiban dalam Islam sedangkan niqab (cadar) bukan kewajiban.
Tapi satu setengah tahun kemudian, Bokker mengatakan pada suaminya bahwa ia ingin mengenakan niqab. “Alasan saya, saya merasa Allah akan lebih senang dan saya merasa lebih damai daripada cuma mengenakan jilbab saja,” kata Bokker.
Sang suami mendukung keinginan istrinya mengenakan niqab dan membelikannya gaun panjang longgar berwarna hitam beserta cadarnya. Tak lama setelah ia mengenakan niqab, media massa banyak memberitakan pernyataan dari para politisi, pejabat Vatikan, kelompok aktivis kebebasan dan hak asasi manusia yang mengatakan bahwa niqab adalah penindasan terhadap perempuan, hambatan bagi integrasi sosial dan belakangan seorang pejabat Mesir menyebut jilbab sebagai “pertanda keterbelakangan.”
“Saya melihatnya sebagai pernyataan yang sangat munafik. pemerintah dan kelompok-kelompok yang katanya memperjuangkan hak asasi manusia berlomba-lomba membela hak perempuan ketika ada pemerintah yang menerapkan kebijakan cara berbusana, tapi para ‘pejuang kebebasan’ itu bersikap sebaliknya ketika kaum perempuan kehilangan haknya di kantor atau sektor pendidikan hanya karena mereka ingin melakukan haknya mengenakan jilbab atau cadar,” kritik Bokker.
“Sampai hari ini, saya tetap seorang feminis, tapi seorang feminis yang Muslim yang menyerukan pada para Muslimah untuk tetap menunaikan tanggung jawabnya dan memberikan dukungan penuh pada suami-suami mereka agar juga menjadi seorang Muslim yang baik. Membesarkan dan mendidik anak-anak mereka agar menjadi Muslim yang berkualitas sehingga mereka bisa menjadi penerang dan berguna bagi seluruh umat manusia.”
“Menyerukan kaum perempuan untuk berbuat kebaikan dan menjauhkan kemunkaran, untuk menyebarkan kebaikan dan menentang kebatilan, untuk memperjuangkan hak berjilbab maupun bercadar serta berbagi pengalaman tentang jilbab dan cadar bagi Muslimah lainnya yang belum pernah mengenakannya,” papar Bokker.
Ia mengungkapkan, banyak mengenal muslimah yang mengenakan cadar adalah kaum perempuan Barat yang menjadi mualaf. Beberapa diantaranya, kata Bokker, bahkan belum menikah. Sebagian ditentang oleh keluarga atau lingkungannya karena mengenakan cadar. “Tapi mengenakan cadar adalah pilihan pribadi dan tak seorang pun boleh menyerah atas pilihan pribadinya sendiri,” tukas Bokker.
(eramuslim.com)
email dari Wahyu Indriyanto

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ada Apa dengan IKHWAN ?

Secara harfiah, ikhwan berasal dari bahasa arab –artinya saudara laki –laki. Dan, tentu saja panggilan ini dinisbatkan kepada kaum adam. Jadi secara umum, ikhwan itu artinya laki –laki.
Dalam komunitas muslim, panggilan ikhwan biasanya diberikan kepada seorang laki –laki (of course) yang pemahaman keislamannya lebih baik. Secara kasar, bisa dibilang bahwa ikhwan ini adalah seorang cowok baik –baik yang rajin beribadah. Berat sekali, ya?
Sedangkan cowok, laki –laki atau apapun itu untuk memanggil kaum adam, dinisbatkan pada mereka yang biasa –biasa saja, kaum umum (amah) –kebalikan dari ikhwan tadi.
Pertanyaannya adalah, apakah dengan panggilan ‘ikhwan’ tadi ada jaminan tentang kualitas kepribadian, ibadah dan segala macam kualitas kebaikan yang memiliki nilai lebih dari yang lain?
Seharusnya sih begitu.
Saya berbicara secara subjektif saja. Bagi saya, itu bukan jaminan. Dan banyak orang juga sepakat dengan hal ini. Secara manusiawi, kita bisa mengatakan bahwa tak ada orang yang bisa sempurna dalam segala hal. Begitu juga dengan si ikhwan. Come on, mereka itu laki –laki biasa juga. Bisa marah, bisa kesal, bisa jatuh cinta, bisa melakukan kesalahan fatal, dan kemungkinan –kemungkinan kesalahan lainnya.
Jika ada seorang yang sudah terkenal dipanggil ikhwan, lalu tiba –tiba melakukan kesalahan yang melenceng dari keyakinannya sendiri, maka berkomentarlah semua orang yang sentimen, “sok suci. Apaan, tuh buktinya orang berjenggot yang dipanggil ikhwan juga melakukan bla..bla…”. Maka orang pun sudah tidak percaya lagi.
Panggilan ‘ikhwan’ memang bukan jaminan untuk menilai kebaikan seseorang. Akhir –akhir ini, banyak fenomena yang ironis. Sebuah pertanyaan besar yang mesti di jawab para ‘ikhwan’ ini. Fenomena memilih calon istri, misalnya. Banyak diantaranya yang menentukan kriteria sangat tinggi; kulit putih, tinggi, minimal pendidikan, sholehah tingkat tinggi, dan lain –lainnya yang kebanyakan bersifat physically. Kalau tidak sesuai kriteria itu, langsung mundur. Begitu juga sebaliknya, kaum hawa.
Kita ingin seorang pasangan hidup yang terbaik. Itu manusiawi. Orang tentu ingin yang terbaik, dan berhak untuk menolak jika tidak sesuai keinginannya. Tapi itu kembali kepada niatnya semula, tujuan menikah itu apa sih?
Dan hei, kita ingin seorang pasangan hidup yang sholehah, emang kita sendiri sudah sebaik apa sih? Pasangan hidup kita adalah cerminan diri kita sendiri. Itu rumusnya.
Jadi, bagaimana para ikhwan?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Hem ... Emang Akhwat bisa jatuh cinta??

Wah, ngomongin tentang cinta. Akhwat?!Jatuh cinta?! Emang bisa?!
Woi, woi, akhwat juga manusia, akhwat juga bisa jatuh cinta, seakhwatnya akhwat juga punya rasa cinta, benci, suka, dll.
Nih, salah satu contoh percakapan dua orang akhwat:
Nayla: “ras, mau nanya donk!”
Laras: “nanya apa?!“
Nayla: “tapi, kamu jawab yang jujur ya!”
Laras: “iya, emang apa?”
Nayla: “kamu pernah jatuh cinta ga?”
Laras terdiam cukup lama. Sambil berjalan di gang yang tak begitu lebar, Laras menanyakan pada dirinya sendiri: ”Pernahkah aku jatuh cinta?”
Nayla yang berjalan di depan Laras memperlambat langkah agar mereka bisa berjalan sejajar dan Nayla menunggu jawaban dari Laras.
Laras: “iya, pasti-lah pernah!” (bohong, jika ada yang mengatakan tidak pernah jatuh cinta, pikir Laras)
Nayla: “sama ikhwan?! Baru-baru ini?! (Nayla hanya memastikan bahwa sahabatnya itu pernah jatuh cinta dengan ikhwan; akhwat jatuh cinta sama ikhwan!)
Laras: “emmm, mungkin lebih tepatnya kagum! Ya, kagum! Hanya sebatas itu.” (Laras mengoreksi jawabannya. Laras pikir selama ini rasa itu hanya sebatas rasa kagum, gak lebih)
Nayla: “yup! Lebih tepatnya kagum! Aku kira orang kayak kamu gak bisa jatuh cinta!”
Laras: “loh, kenapa kamu mikir kayak gitu?!”



Nayla: “ya, akhwat kayak kamu itu kayaknya gak mungkin punya perasaan apa-apa sama ikhwan, gak mungkin jatuh cinta. Kamu itu kalem, pendiem, berwibawa banget. Ya gak mungkin-lah.”

Laras: “Tapi, nyatanya, aku bisa kagum juga kan sama ikhwan?! Itu mah fitrah kali!”

Yup! Yang namanya kagum, apalagi kagum antar lawan jenis, hal itu mah wajar-wajar aja. Yang gak wajar itu, kalo rasa kagum yang ada pada diri kita malah membuat kita melakukan hal-hal yang gak sepantasnya dilakukan (apaan tuh?!), apalagi oleh ikhwan akhwat loh. Berat euy sandangan ikhwan akhwat itu. Yang ada di pikiran kebanyakan orang nih, yang namanya ikhwan akhwat itu gak nganut yang namanya pacaran. Ikhwan akhwat lebih nganut system ta’aruf sebelum nikah. Gaya pacaran ikhwan akhwat, ya setelah mereka nikah nanti.

Nih, bukti kalo orang umumnya udah nganggap ikhwan akhwat gak nganut system pacaran.

Di sela-sela praktikum ada sebuah kelompok yang isinya perempuan semuanya bahkan asisten laboratoriumnya (aslab) juga perempuan. Saat menunggu campuran di refluks, yang namanya perempuan kalo lagi gak ada kerjaan pasti ngobrol-ngobrol. Nah, di saat-saat menunggu itulah, terjadi sebuah obrolan di antara kelompok itu bersama aslab-nya. Dan yang diomongin sama perempuan ya gak jauh dari laki-laki. Mereka membicarakan tentang pacar mereka satu persatu. Di kelompok tersebut ada seorang akhwat. Nah, ketika semuanya telah bergiliran menceritakan tentang pacarnya, tinggal si akhwat inilah yang belum bercerita. Kemudian akhwat ini bertanya: “Kok pada gak nanyain aku sih?”, dengan gaya sok lugunya.

Sang aslab-pun langsung spontan menjawab: “kalo kamu mah gak usah ditanyain, nanti juga tiba-tiba undangan nyampe di tanganku.”

Ya, itulah pandangan orang pada umumnya tentang ikhwan akhwat yang gak nganut system pacaran.

Lantas, bagaimana sebenarnya kondisi interaksi ikhwan akhwat itu sendiri?! Apakah seperti yang di duga kebanyakan orang pada umumnya?! Akankah interaksi yang dilihat selama ini di luaran sama seperti yang aslinya?!

Banyak orang yang memperhatikan bahwa ikhwan akhwat itu sangat menjaga dalam berinteraksi. Namun terkadang, ikhwan akhwat juga bisa khilaf. Loh kok khilaf?! Maksudnya apa?!

Ada hal-hal yang terkadang sulit dilakukan ikhwan akhwat untuk menjaga interaksi itu. Misalnya nih, pada saat praktikum, akan banyak kemungkinan bagi ikhwan akhwat untuk bersentuhan. Eits, bersentuhan di sini bukan karena di sengaja loh, tapi memang kondisi praktikum yang membuatnya bisa seperti itu. Interaksi seperti ini mungkin masih bisa diwajarkan jika memang tidak bisa dihindari lagi. Tapi kalo masih bisa dihindari, ya di minimalisir.

Ada lagi misalnya, ketika ikhwan akhwat berkecimpung di sebuah organisasi. Entah itu organisasi seperti BEM atau Musholla sekalipun. Adakalanya ketika berinteraksi di BEM misalnya, terkadang sulit untuk menundukkan pandangan atau tidak bercanda secara berlebihan. Hal ini mungkin masih bisa dimaklumi karena kondisinya yang cukup heterogen. Kalo kata seseorang: “ya, jangan kaku-kaku amat!” Tapi, kalo kondisinya lebih banyak orang yang paham akan batasan interaksi, apakah itu diwajarkan?! Dijawab sendiri ya sama diri masing-masing.

Namun akhirnya bukan pembenaran yang muncul dengan kondisi seperti itu. Ikhwan akhwat tetap harus menjaga interaksi. Atau kalaupun akhirnya memang tidak bisa dihindari untuk ‘mencair’, ya sudah lakukanlah interaksi itu sewajarnya. Ikhwan akhwat aktivis da’wah biasanya punya system pengentalan tersendiri. Tiap orang punya cara yang berbeda untuk ‘mengentalkan’ dirinya kembali.

Misalnya, Rama, seorang aktivis BEM, yang setiap melakukan ‘pencairan’ dan dia tersadar bahwa dirinya telah melakukan hal ‘pencairan’ tersebut, dia pun langsung ke sebuah ruangan, shalat dua rakaat. Temannya, Beno, yang melihat hal itu terus menerus heran. Kenapa heran?! Karena waktu itu bukan termasuk waktu dhuha, lantas Rama itu shalat apa? Dengan rasa penasaran Beno pun bertanya kepada Rama yang baru selesai shalat.

“Akhi, ini kan bukan waktu dhuha, dan tempat ini juga bukan masjid, antum shalat apa, dua rakaat? Dhuha bukan, tahiyatul masjid juga bukan.”

“Akhi, sesungguhnya tadi kita telah melakukan ‘pencairan’, maka ana melakukan pengentalan diri ana dengan shalat sunnah dua rakaat. Agar diri ini tidak melakukan pembenaran atas apa yang barusan kita lakukan.”

Ya, tiap orang punya mekanisme pengentalan tersendiri. Ibarat suatu fluida, jika dia berada di tempat yang sempit atau berada di suatu pipa yang diameternya kecil, maka untuk dapat melewati itu, dia perlu mengurangi kekentalannya, sehingga fluida itupun dapat mengalir dengan lancar. Namun jika memang fluida itu telah berada di pipa dengan diameter yang lebih besar, maka kekentalannya perlu dikembalikan seperti semula agar mengalirnya fluida itu tetap konstan seperti aliran sebelumnya.

Bahkan, ikhwan akhwat yang berkecimpung di Musholla pun tak terlepas dari hal ini. Kadang, walupun interaksi di batasi dengan hijab pandangan, hijab hati belum tentu bisa di jamin. Ingat dulu yuk, firman Allah: “Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati” (QS 64:4).

Ingat! Apa yang tersembunyi dalam hati kita, Allah juga akan mengetahuinya. Bisa saja kelihatan dari luar, interaksi ikhwan akhwat biasa-biasa saja, namun ternyata di balik hatinya atau di balik hijab itu ada ‘sesuatu’ yang aneh dengan interaksi itu. Ya, semoga kita bukan termasuk ke dalamnya. Kalaupun sudah terlanjur berbuat seperti itu maka marilah kita sama-sama mengazamkan dalam diri untuk menjaga interaksi itu.
Ada kasus juga ikhwan yang curhat ke akhwat ataupun sebaliknya. Misalnya saling menganggap saudara sehingga dalam berinteraksi ya layaknya saudara kandung. Memang betul sih, bahwa persaudaraan yang dibangun ‘di sini’ atas dasar keimanan bukan pertalian darah. Walaupun hanya menjadikan tempat curhat dan gak lebih dari sekedar saudara, tapi sebaiknya tetap berhati-hati karena masalah hati gak ada yang tau. Tetap saja, itu bukan mahramnya kalaupun toh mau berakrab-akrab ria. Bisa aja hari ini curhat-curhatan, eh besoknya mulai timbul ‘rasa’ yang berbeda. Curhat berduaan akan menimbulkan kedekatan, lalu ikatan hati, kemudian dapat menimbulkan permainan hati yang bisa menganggu da’wah. Apalagi bila yang dicurhatkan tidak ada sangkut pautnya dengan da’wah. Atau bisa saja si ikhwan menganggap si akhwat sebagai saudara biasa, tapi ternyata si akhwat malah punya pandangan yang berbeda, begitupun sebaliknya. Yang lebih parah lagi nih, kalo orang-orang yang belum paham melihat hal itu, bisa-bisa mereka jadi illfeel sama ikhwan-akhwat. Atau terkadang, orang yang sudah paham pun malah menanggap hal yang nggak-nggak terjadi di antara interaksi itu, VMJ (Virus Merah Jambu), padahal mah tuh ikhwan dan tuh akhwat gak punya perasaan apa-apa, cuma sebatas saudara atau teman biasa. Mungkin ada benarnya juga kalo kita sebaiknya menjaga interaksi dengan lawan jenis, gak hanya berlaku terhadap ikhwan akhwat aja loh. Lebih baik menjaga bukan daripada terjadi fitnah?! Kalo mau curhat, ya utamakan sesama jenis dulu.
Nah, ada satu cerita yang menarik di sini.
Ada ikhwan, sebut saja Hendy yang curhat ke akhwat, sebut saja Mila, melalui SMS. Mereka beraktivitas dalam satu organisasi dan keduanya bisa di bilang aktivis da’wah.
Hendy: “Assalamu’alaykum. Mila, ana merasa bersalah banget neh sama masalah yang kemarin. Itu semua gara-gara ana. Ana tuh sampe gak bisa tidur mikirin masalah itu. Bawaannya grasak-grusuk mlulu.”
Mila gak langsung membalas sms itu. Dia meng-sms Leo yang memang dekat dengan Hendy.
Mila: “Assalamu’alaykum. Leo, tolong hibur Hendy ya, kayaknya dia masih kepikiran sama masalah yang kemarin.”
Mila meminta Leo untuk menghibur Hendy karena Mila tau bahwa Leo adalah teman dekat Hendy dan Leo tau masalah yang Hendy hadapi.
Leo: “Masalah yang mana? Ana barusan mabit bareng Hendy, tapi dia ga cerita apa-apa.”
Mila: “Masalah yang itu bla, bla, bla.”
Mila menjelaskan masalahnya.
Leo: “Ok. Nanti ana coba ngomong ke Hendy.”
Memang begitulah seharusnya ketika ada seorang ikhwan ataupun akhwat yang curhat ke lawan jenisnya, maka tempat yang di curhatin itu seharusnya mengarahkan seseorang, ke sesama jenis, yang merupakan teman dekatnya sehingga si ikhwan ataupun akhwat bisa di tangani langsung tanpa lintas gender. Hal itu lebih menjaga bukan?!
Ada satu cerita lagi tentang ikhwan akhwat yang jarang sekali berinteraksi, namun ternyata keduanya sepertinya ‘klop’. Mereka menyadari hal itu. Si ikhwan punya perasaan sama akhwat, begitupun sebaliknya: masing-masing saling tahu, tanpa harus di nyatakan. Waktu terus berjalan, mereka pun saling memendam perasaan itu hingga akhir bangku perkuliahan usai. Hingga akhirnya, ada yang mengkhitbah si akhwat. Si akhwat pun meminta ijin kepada si ikhwan (aneh!): betapa sakit hati si ikhwan begitu mengetahui si akhwat akan di khitbah ikhwan lain. Akhirnya, akhwat itu pun tetap melangsungkan pernikahan dan membiarkan si ikhwan dalam kesakithatiannya.
Duh, miris sekali ya. Padahal perasaan yang muncul di antara ikhwan akhwat itu tanpa interaksi yang intens.
Ok, yang terpenting adalah kita saling menasehati dengan cara yang terbaik. Kalau ikhwan yang melampaui batas kepada akhwat, akhwatnya harus tegas, demikian pula sebaliknya. Sesama ikhwan dan sesama akhwat juga harus ada yang saling mengingatkan dengan tegas. Ingat! tegas bukan berarti harus marah-marah karena kita tentunya tahu bahwa tak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Semua manusia tak luput dari yang namanya khilaf. Jika memang mengaku bahwa kita bersaudara, maka ingatkanlah! Tegurlah! Jangan biarkan saudara kita terjerembab.
Terkait dengan cinta, sekali lagi diingatkan bahwa akhwat juga bisa jatuh cinta,, ikhwan juga bisa jatuh cinta. Se-ikhwah-ikhwahnya ikhwah, mereka juga manusia yang punya rasa cinta, kagum, suka, dan benci.
Cinta bukanlah tujuan
Cinta adalah sarana untuk menggapai tujuan
Jangan kau sibuk mencari definisi dan makna cinta
Namun kau lalai terhadap Dzat yang menganugrahkan cinta
Dzat yang menumbuhsuburkan rasa cinta
Dzat yang memberikan kekuatan cinta
Dzat yang paling layak dicintai Allah, Sang Pemilik Cinta
Cinta memang tak kenal warna
Cinta tak kenal baik buruk
Cinta tak kenal rupa dan pertalian darah
Memang begitulah adanya
Karena yang mengenal baik buruk, warna dan rupa
Adalah sang pelaku cinta yang menggunakan akal pikirannya
Cinta bukanlah kata benda
Cinta adalah kata kerja
Cinta bukan sesuatu tanpa proses
Cinta itu butuh proses
Jangan mau kau terjatuh dalam cinta
Namun, bangunlah cinta itu
Bangunlah cinta dengan keimanan
Maka kau akan mengorbankan apa saja
Demi meraih keridhaan Sang Pemilik Cinta
Bangunlah cinta dengan ketakwaan
Maka kau tak kan gundah gulana
Ketika kehilangan cinta duniawi
Karna kau yakin Yang kau cari adalah cinta dan ridha Allah
Bukan cinta yang sementara
***
serambi madinah… 4 robiul akhir 1431 H 4:27 Pm
masih banyak yang tugas dakwah yang harus kita tuntaskan dari pada berbicara masalah #$%#@#@@……
Semoga bermanfaat.Tulisan ini dibuat untuk mengingatkan diri sendiri yang sering lalai dalam menjaga interaksi. Entah itu di dunia nyata maupun dunia maya.
Saling mengingatkan ya!
Kata ikhwan akhwat dalam tulisan ini telah mengalami penyempitan makna, lebih ke arah aktivis da’wah.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS