RSS

Ada Apa dengan IKHWAN ?

Secara harfiah, ikhwan berasal dari bahasa arab –artinya saudara laki –laki. Dan, tentu saja panggilan ini dinisbatkan kepada kaum adam. Jadi secara umum, ikhwan itu artinya laki –laki.
Dalam komunitas muslim, panggilan ikhwan biasanya diberikan kepada seorang laki –laki (of course) yang pemahaman keislamannya lebih baik. Secara kasar, bisa dibilang bahwa ikhwan ini adalah seorang cowok baik –baik yang rajin beribadah. Berat sekali, ya?
Sedangkan cowok, laki –laki atau apapun itu untuk memanggil kaum adam, dinisbatkan pada mereka yang biasa –biasa saja, kaum umum (amah) –kebalikan dari ikhwan tadi.
Pertanyaannya adalah, apakah dengan panggilan ‘ikhwan’ tadi ada jaminan tentang kualitas kepribadian, ibadah dan segala macam kualitas kebaikan yang memiliki nilai lebih dari yang lain?
Seharusnya sih begitu.
Saya berbicara secara subjektif saja. Bagi saya, itu bukan jaminan. Dan banyak orang juga sepakat dengan hal ini. Secara manusiawi, kita bisa mengatakan bahwa tak ada orang yang bisa sempurna dalam segala hal. Begitu juga dengan si ikhwan. Come on, mereka itu laki –laki biasa juga. Bisa marah, bisa kesal, bisa jatuh cinta, bisa melakukan kesalahan fatal, dan kemungkinan –kemungkinan kesalahan lainnya.
Jika ada seorang yang sudah terkenal dipanggil ikhwan, lalu tiba –tiba melakukan kesalahan yang melenceng dari keyakinannya sendiri, maka berkomentarlah semua orang yang sentimen, “sok suci. Apaan, tuh buktinya orang berjenggot yang dipanggil ikhwan juga melakukan bla..bla…”. Maka orang pun sudah tidak percaya lagi.
Panggilan ‘ikhwan’ memang bukan jaminan untuk menilai kebaikan seseorang. Akhir –akhir ini, banyak fenomena yang ironis. Sebuah pertanyaan besar yang mesti di jawab para ‘ikhwan’ ini. Fenomena memilih calon istri, misalnya. Banyak diantaranya yang menentukan kriteria sangat tinggi; kulit putih, tinggi, minimal pendidikan, sholehah tingkat tinggi, dan lain –lainnya yang kebanyakan bersifat physically. Kalau tidak sesuai kriteria itu, langsung mundur. Begitu juga sebaliknya, kaum hawa.
Kita ingin seorang pasangan hidup yang terbaik. Itu manusiawi. Orang tentu ingin yang terbaik, dan berhak untuk menolak jika tidak sesuai keinginannya. Tapi itu kembali kepada niatnya semula, tujuan menikah itu apa sih?
Dan hei, kita ingin seorang pasangan hidup yang sholehah, emang kita sendiri sudah sebaik apa sih? Pasangan hidup kita adalah cerminan diri kita sendiri. Itu rumusnya.
Jadi, bagaimana para ikhwan?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Jika ada Pesan Buat Ana